Sabtu, 21 April 2012

Desa Wisata Kopeng Tawarkan Ragam Tempat Berlibur








PEMANDANGAN
 alam pedesaan yang berpadu dengan keindahan tanaman bunga dan sayuran siap menyapa Anda saat bertandang ke Desa Wisata Kopeng di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Sajian wisata yang bisa dinikmati antara lain wisata alam pegunungan, kebun bunga, petik strawberi, berkuda, kerajinan, budaya dan kuliner. Desa Wisata Kopeng Tawarkan Ragam Tempat BerliburDesa Wisata Kopeng Tawarkan Ragam Tempat Berlibur





Saat memasuki daerah wisata, hawa dingin pegunungan sudah mulai terasa. Semakin mendekati daerah Kopeng, wisatawan bisa menikmati panorama perkebunan sayur-sayuran segar seperti wortel, kol, kentang dan sawi. 

Di kawasan Desa Wisata Kopeng terdapat beberapa lokasi yang ideal dijadikan sebagai tempat berlibur bersama keluarga seperti area perkemahan atau lokasi outbond. Tersedia pula beberapa tempat untuk melangsungkan acara rapat dan seminar. 

Air terjun Umbul Songo (Sembilan mata air) menjadi salah satu objek wisata yang bisa dijumpai. Konon, air terjun dipercaya ditemukan oleh para wali saat jaman Demak yang menjadi sumber air untuk kebutuhan berwudhu. 

Tak ketinggalan terdapat sederetan villa yang umumnya difasilitasi dengan TV, air panas, ruang pertemuan, ruang makan, dapur, dan lahan parkir luas. Bagi mereka yang hobi mendaki, bisa menaklukan gunung Merbabu yang berketinggian 3150m. (jatengpromo.com/*/X-13)




Perjuangan Petani “Negeri di Bawah Kabut”




Kine Klub FISIP Universitas Diponegoro (Undip) punya acara seru nih, kawan. Tepatnya, Selasa 3 April 2012 Kine Klub mengadakan pemutaran dan diskusi film “Negeri di Bawah Kabut” di Ruang Teater FISIP Undip.


Film yang bercerita soal kehidupan petani di lereng Gunung Merbabu ini pertama kali diputar di Dubai International Film Festival 2011.


Sang sutradara, Salahudin Siregar awalnya hanya iseng-iseng dan nggak berpikiran buat menjadikannya sebagai film.


Cowok berkacamata ini pengen menyalurkan hobi fotografi dengan mengabadikan gambar kegiatan para petani di desa tersebut.


Lalu, Salahudin tertarik buat mengikuti kegiatan keluarga Arifin (12 tahun) dan keluarga Muryati (30). Muryati dan suaminya, Sudardi (32) harus bertahan menghadapi perubahan musim yang menggagalkan panen mereka.


Sementara itu, Arifin yang mendapatkan nilai tertinggi UN di sekolahnya terancam nggak bisa melanjutkan SMP. Sama seperti Muryati, orangtua Arifin yang juga petani kesulitan mendapatkan biaya buat sekolah Arifin. Namun, orangtua Arifin tetap berusaha mencari biaya demi menyekolahkan Arifin.


“Negeri di Bawah Kabut”  membuka mata kita, bahwa kehidupan petani tidaklah semudah yang kita kira. Seringkali, biaya perawatan sayuran nggak sebanding dengan harga penjualan saat panen. Mereka berjuang memenuhi kebutuhan hidup dari hasil panen yang kadang gagal. Walaupun demikian, mereka tetap bahagia karena kehangatan dan keakraban keluarga.


Kine Klub pengen mengajak kita, terutama masyarakat Semarang buat lebih menghargai film karya sineas Indonesia. Salah satunya, dengan memutarkan film yang memakan riset selama dua tahun ini. Semarang, menjadi kota pertama pemutaran film keliling ini dan ada 15 kota lagi yang disinggahi sampai akhir Juni 2012.


“Kami berharap mahasiswa lebih aware terhadap film Indonesia. Karena banyak film Indonesia yang berkualitas bagus”, ujar Ketua Pelaksana Pemutaran dan Diskusi Film “Negeri di Bawah Kabut”, Mikha.


Rizki|Foto: Jati